Masa yang dialami oleh Nabi Zakaria
adalah masa yang aneh di mana banyak hal yang berlawanan yang
berhadap-hadapan dan saling bertentangan serta terlibat pertarungan
yang tidak pernah padam. Keimanan kepada Allah SWT bercahaya di mesjid
yang besar di Baitul Maqdis, sedangkan kebohongan memenuhi pasar-pasar
Yahudi yang bersebelahan dengan mesjid itu. Sudah menjadi tradisi dunia
bahwa segala sesuatu yang bertentangan mesti saling berhadapan pada:
kebaikan dengan kejahatan, cahaya dengan kegelapan, kebenaran dengan
kebohongan, para nabi dengan para pembangkang.
Alhasil, segala sesuatu berhadapan
untuk mempertahankan kehidupan. Di masa yang kuno ini terdapat seorang
nabi dan seorang alim yang besar. Nabi yang dimaksud adalah Zakaria
sedangkan seorang alim besar yang Allah SWT memilihnya untuk salat di
tengah-tengah manusia adalah Imran. Imran adalah seorang suami dan
istrinya sangat berharap untuk melahirkan anak. Waktu pagi menyelimuti
kota, keluarlah istri Imran untuk memberikan makan kepada burung dan ia
melihat pamandangan yang ada di sekitarnya dan mulai merenungkannya.
Di sana terdapat seekor burung yang memberi makan anaknya dengan cara
menyuapinya dan memberinya minum. Burung itu melindungi anaknya di
bawah sayapnya karena khawatir dari kedinginan. Ketika melihat
pemandangan itu, istri Imran berharap agar Allah SWT memberinya anak.
Ia mengangkat tangannya dan mulai berdoa agar Allah SWT
menganugerahinya seorang anak lelaki. Allah SWT mengabulkan doanya dan
pada suatu hari ia merasa bahwa ia sedang hamil lalu kegembiraan
menyelimutinya dan ia bersMikur kepada Allah SWT:
“(Ingatlah) ketika istri Imran berkata:
‘Ya Tuhanhu, sesungguhnya aku telah menazarkan kepada Engkau anak yang
dalam kandunganku menjadi anak yang saleh dan berkhidmat (di Baitil
Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dariku. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’” (QS. Ali ‘Imran:
35)
Ia bernazar agar anaknya menjadi
seorang pembantu di mesjid sepanjang hidupnya yang mengabdi kepada
Allah SWT dan mengabdi kepada rumah-Nya, yaitu masjid. Lalu tibalah
hari kelahiran. Istri Imran melahirkan seorang anak perempuan. Istri
itu merasa terkejut karena ia menginginkan seorang anak lelaki yang
dapat mengabdi untuk mesjid dan beribadah di dalamnya. Ketika ia
melihat bahwa anaknya seorang perempuan, maka ia tetap menjalankan
nazarnya, meskipun anak lelaki bukan seperti anak perempuan:
“Maka tatkala istri Imran melahirkan
anaknya, dia pun berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya
seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang
dilahirkannya itu, dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.
Sesungguhnya ahu telah menamai dia Maryam.” (QS. Ali Imran: 36)
Allah SWT mendengar doa istri Imran;
Allah SWT mendengar apa yang kita ucapkan dan apa yang kita bisikkan
dalam diri kita, bahkan apa yang kita inginkan untuk kita ucapkan dan
kita tidak melakukannya. Semua itu diketahui oleh Allah SWT. Allah SWT
mendengar bahwa istri Imran memberitahu-Nya bahwa ia melahirkan anak
perempuan dan Allah SWT lebih mengetahui tentang anak yang
dilahirkannya. Allah SWT-lah yang memilihkan jenis kelamin anak yang
lahir di mana Dia menciptakan anak laki-laki atau perempuan. Allah SWT
mendengar bahwa istri Imran berdoa kepada-Nya agar Dia menjaga anak
perempuan ini yang dinamakan Maryam dan juga menjaga keturunannya dari
setan yang terkutuk:
“Dan aku mohon perlindungan untuknya
serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari setan
yang terkutuk. maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan
penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan
Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya.” (QS. Ali ‘Imran: 36- 37)
Allah SWT mengkabulakn doa istri Imran
dan ibu Maryam. Allah SWT menyambut Maryam dengan penyambutan yang baik
dan memberinya keturunan yang baik. Allah SWT berkehendak melalui
rahmat-Nya untuk menjadikan perempuan ini sebagai wanita terbaik di
muka bumi dan menjadikan ibu dari seorang nabi yang kelahirannya
merupakan mukjizat terbesar seperti kelahiran Nabi Adam. Nabi Adam
lahir tanpa seorang ayah atau ibu, sedangkan Nabi Isa lahir tanpa
seorang ayah. Nabi Isa berasal dari ibu yang suci yang belum menikah,
yang belum disentuh oleh manusia.
Mula-mula kelahiran Maryam mendatangkan
sedikit problem. Imran telah mati sebelum kelahiran Maryam dan para
ulama di zaman itu dan para pembesar ingin mendidik Maryam. Setiap
orang berlomba-lomba untuk mendapatkan kemuliaan ini, yaitu mendidik
seorang perempuan dari seorang lelaki besar vang mereka hormati.
Zakaria berkata: “Biarkan aku yang mengasuhnya karena ia adalah kerabat
dekatku. Istriku adalah bibinya dan aku adalah seorang Nabi dari umat
ini. Aku lebih utama daripada kalian untuk mengasuhnya.” Lalu para
ulama dan para guru berkata: “Mengapa tidak seorang di antara kami yang
mengasuhnya. Kami tidak akan membiarkan engkau mendapatkan keutamaan
ini tanpa persetujuan dari kami.” Hampir saja mereka berselisih dan
bertarung kalau seandainya mereka tidak menyepakati diadakannya undian.
Yakni, seseorang yang mendapatkan undian, maka itulah yang akan
mengasuh Maryam.
Diadakanlah undian. Maryam diletakkan
di atas tanah dan diletakkan di sebelahnya pena-pena orang-orang yang
ingin mengasuhnya. Kemudian mereka menghadirkan anak kecil lalu anak
kecil itu mengeluarkan pena Zakaria. Zakaria berkata: “Allah SWT
memutuskan agar aku mengasuhnya.” Para ulama dan para Syekh berkata:
“Tidak, undian harus dilakukan tiga kali.” Mereka mulai berpikir
tentang undian yang kedua. Setiap orang mengukir namanya di atas pena
kayu dan mereka berkata, kita akan melemparkan pena-pena kita di
sungai, maka siapa yang penanya menantang arus, itulah yang menang:
“Padahal kamu tidak hadir beserta
mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk
mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu
tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa.” (QS. Ali
‘Imran: 44)
Mereka pun melemparkan pena-pena mereka
di sungai sehingga pena-pena itu berjalan bersama arus, kecuali pena
Zakaria yang menantang arus. Zakaria merasa bahwa mereka akan puas
tetapi mereka bersikeras untuk mengadakan undian yang ketiga kali.
Mereka berkata: “Kita akan melemparkan pena-pena kita di sungai. Pena
yang berjalan bersama arus, maka itulah yang akan mengasuh Maryam.”
Mereka pun melemparkan pena-pena mereka dan semua berjalan menantang
arus, kecuali pena Zakaria. Akhirnya, mereka menyerah kepada Zakaria
dan mereka menyerahkan anak itu kepadanya agar Zakaria mengasuhnya.
Nabi Zakaria mulai mengasuh Maryam dan mendidiknya serta menghormatinya
sampai ia dewasa. Maryam memiliki tempat khusus di dalam mesjid. Ia
mempunyai suatu mihrab yang di situ ia beribadah. Jarang sekali ia
meninggalkan tempatnya. Ia selalu beribadah dan salat di dalamnya serta
berzikir dan bersyukur dan menuangkan cintanya kepada Allah SWT.
Terkadang Zakaria mengunjunginya di mihrab. Tiba-tiba, pada suatu hari
Zakaria menemuinya dan ia melihat sesuatu yang mencengangkan. Saat itu
musim panas tetapi Nabi Zakaria menemui di tempat Maryam buah-buahan
musim dingin, dan pada kesempatan yang lain ia menemui buah-buahan
musim panas sedangkan saat itu musim dingin. Zakaria bertanya kepada
Maryam: “Darimana datangnya rezeki ini?” Maryam menjawab: “Bahwa itu
berasal dari Allah SWT.” Pemandangan seperti ini berulang lebih dari
sekali:
“Setiap Zakaria masuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya.” (QS. Ali ‘Imran: 37)
Nabi Zakaria adalah seorang tua dan
rambutnya sudah dikelilingi uban. Ia merasa bahwa tidak lama lagi
hidupnya akan berakhir dan istrinya, bibi Maryam, adalah seseorang
wanita tua sepertinya yang belum melahirkan seseorang pun dalam
hidupnya karena ia wanita yang mandul. Nabi Zakaria menginginkan agar
ia mendapatkan seorang anak laki-laki yang akan mewarisi ilmunya dan
akan menjadi nabi yang dapat membimbing kaumnya dan berdakwah kepada
mereka untuk mengikuti Kitab Allah SWT.
Zakaria tidak menyampaikan keinginan
ini kepada seseorang pun, bahkan kepada istrinya, tetapi Allah SWT
mengetahuinya sebelum pikiran itu disampaikan. Pada pagi itu Zakaria
menemui Maryam di mihrabnya, lalu ia mendapati buah-buahan yang
sebenarnya sudah tidak musim. Zakaria bertanya kepada Maryam:
“Zakaria berkata: “Hai Maryam dari mana
kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari
sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa hisab. Di sanalah Zakaria berdoa kepada
Tuhannya.” (QS. Ali ‘Imran: 37-38)
Zakaria berkata pada dirinya Maha Suci
Allah SWT dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Lalu kerinduan mulai
menyelimuti hatinya dan ia mulai menginginkan keturunan. Nabi Zakaria
berdoa kepada Tuhannya:
“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan
tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya Zakaria, yaitu tatkala ia
berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya
Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi
uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engka u, ya
Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeningalku,
sedang istriku adalah seseorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari
sisi Engkau seorang putra, yang akmi mewarisi aku dan mewarisi
sebagian keluarga Yakub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorangyang
diridahi. ” (QS. Maryam: 2-6)
Nabi Zakaria meminta kepada Penciptanya
tanpa mengangkat suara keras-keras agar Dia memberinya seorang lelaki
yang mewarisi kenabian dan hikmah serta keutamaan dan ilmu. Nabi
Zakaria khawatir kaumnya akan tersesat setelahnya di mana tidak ada
seorang nabi setelahnya. Allah SWT mengkabulkan doa Zakaria. Belum lama
Nabi Zakaria berdoa kepada Allah SWT hingga malaikat memanggilnya saat
ia salat di mihrab:
“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi
kabar gembira kepadamu akan (memperoleh) seorang anak yang namanya
Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa
dengan dia.” (QS. Maryam: 7)
Zakaria kaget dengan berita ini,
bagaimana ia dapat memiliki seorang anak. Karena saking gembiranya
Zakaria sangat terguncang dan dengan penuh keheranan ia bertanya:
“Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak
bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri)
sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.” (QS. Maryam: 8)
Ia heran bagaimana ia dapat melahirkan sementara ia sudah tua dan istrinya pun wanita yang mandul:
“Tuhan berfirman: ‘Demikianlah.’ Tuhan
berfirman: ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku
ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama
sekali.” (QS. Maryam; 9)
Para malaikat memberitahunya bahwa ini
terjadi karena kehendak Allah SWT dan kehendak-Nya pasti terlaksana.
Tidak ada sesuatu pun yang sulit bagi Allah SWT. Segala sesuatu yang
diinginkan di alam wujud ini pasti terjadi. Allah SWT telah menciptakan
Zakaria sebelumnya dan beliau pun sebelumnya tidak pernah ada. Segala
sesuatu diciptakan Allah SWT hanya dengan kehendak-Nya:
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu hanyalah herkata kepadanya: ‘Jadilah!’, maka
jadilah ia. ” (QS. Yasin: 82)
Hati Nabi Zakaria dipenuhi rasa syukur
kepada Allah SWT dan ia pun memuji-Nya. Lalu ia meminta kepada Allah
SWT agar memberinya tanda-tanda:
“Zakaria berkata: Ya Tuhanku, berilah
suatu tanda.’ Tuhan berfirman: ‘Tanda bagimu adalah bahwa kamu tidak
dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu
sehat.’ Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi
isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan
petang.” (QS. Maryam: 10-11)
Allah SWT memberitahunya bahwa akan
terjadi tiga hari di mana di dalamnya ia tidak mampu berbicara, padahal
saat itu ia sehat-sehat saja tidak sakit. Jika hal ini terjadi
padanya, maka hendaklah ia yakin bahwa istrinya hamil dan bahwa
mukjizat Allah SWT benar-benar terwujud. Kemudian hendaklah saat itu ia
berbicara kepada manusia melalui isyarat dan banyak bertasbih kepada
Allah SWT di waktu pagi dan sore.
Zakaria keluar pada suatu hari kepada
manusia dan hatinya dipenuhi dengan syukur. Ia ingin berbicara dengan
mereka namun ia mengetahui bahwa ia tidak mampu berbicara. Zakaria
mengetahui bahwa mukjizat Allah SWT telah terwujud lalu ia
mengisyaratkan kepada kaumnya agar mereka bertasbih kepada Allah SWT di
waktu pagi dan sore. Ia pun selalu bertasbih kepada Allah SWT dalam
hatinya. Zakaria merasakan kegembiraan yang sangat dalam. Malaikat
memberitahunya tentang kelahiran seorang anak lelaki yang Allah SWT
menamakannya Yahya. Untuk pertama kalinya kita di hadapan seorang anak
yang ayahnya tidak memberikan nama kepadanya dan ibunya pun tidak
memilihkan nama untuknya, tetapi Allah SWT-lah yang memberinya nama.
Dengan kemuliaan yang agung ini, Allah SWT menyampaikan berita gembira
kepada Zakaria bahwa anaknya Yahya akan membenarkan kalimat Allah SWT
dan akan menjadi seorang yang mulia dan seorang Nabi dari orang-orang
yang saleh.
Zakaria gemetar, karena saking
gembiranya. Air matanya mulai berlinangan dan jenggotnya yang putih
mulai basah. Ia salat kepada Allah SWT sebagai tanda syukur atas
pengkabulan doanya dan kelahiran Yahya.