Allah SWT berflrman:
“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkan hami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.’ Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: ‘Hai munusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan knmi diberi segala sesuatu, sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yangnyata.’” (QS. an-Naml: 15-16)
“Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkan hami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman.’ Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: ‘Hai munusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan knmi diberi segala sesuatu, sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yangnyata.’” (QS. an-Naml: 15-16)
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud. ”
Beliau mewarisi Daud dalam sisi kenabian dan kekuasaan, bukan mewarisi
harta karena para nabi tidak mewariskan. Sebab sepeninggal mereka, harta
mereka menjadi sedekah bagi orang-orang yang ada di sekitar mereka,
yaitu orang-orang fakir dan orang yang membutuhkan. Dan harta para nabi
tidak dikhususkan bagi kalangan keluarganya. Rasulullah saw bersabda:
“Kami para nabi tidak mewariskan.” Sulaiman mewarisi kenabian dari Daud.
Ini adalah hal yang jelas. Allah SWT telah memilihnya sebagai Nabi dari
Bani Israil. Begitu juga, Allah SWT telah memberinya kekuasaan
(kerajaan) sehingga ia menjadi pimpinan Bani Israil. Barangkali sesuatu
yang paling penting yang diwarisi oleh Sulaiman dari Daud adalah tradisi
militer. Kemajuan militer yarig dahsyat ini telah berpindah kepada
Sulaiman. Daud sebenarnya adalah seorang pengembala kambing yang miskin,
tetapi seiring dengan perjalanan waktu, ia menjadi komandan pasukan
yang tiada tandingannya. Perubahan keadaan ini adalah sebagai bentuk
ilham dari Allah SWT dan sebagai dukungan dari-Nya.
Daud mengetahui bahwa kekuatan yang
hakiki yang mengatur alam wujud adalah kekuatan Allah SWT. Ketika ia
mengulurkan tangannya dan memegang potongan batu lalu beliau
melemparkannya melalui katapelnya ke arah Jalut, maka ini sebagai bentuk
demonstrasi kekuatan darinya. Kehadiran Nabi Daud mengubah keadaan
pasukan Bani Israil di mana mereka sebelumnya lari jika berhadapan
dengan musuh, maka kini keberadaan mereka mulai diperhitungkan. Di masa
hidupnya, Daud mengalami peperangan yang cukup banyak namun Al-Qur’an
tidak menceritakan secara terperinci hal itu. Al-Qur’an adalah kitab
dakwah di jalan Allah SWT, dan bukan kitab sejarah. Al-Qur’an hanya
mengatakan:
“Dan Kami kuatkan kerajaannya.” (QS. Shad: 20)
Ayat tersebut berarti bahwa Daud belum
pernah terkalahkan dalam peperangan yang diikutinya. Di samping dukungan
yang Allah SWT berikan kepada Daud, juga pasukannya dan rakyatnya di
mana mereka adalah orang-orang yang bertauhid dan menyerahkan diri
kepada Allah SWT, Allah SWT mengungkapkan kepada Daud hal-hal yang
menjadikan pasukannya memiliki keistimewaan yang dengannya mereka dapat
mengalahkan pasukan-pasukan yang lain yang ada di bumi saat itu.
Allah SWT berfirman:
“Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (QS. Saba’: 10)
Masalah baju besi yang dibuat untuk
orang-orang yang hendak berperang cukup mengganggu gerakan mereka. Anda
bisa bayangkan ketika ada dua orang yang berperang yang salah satunya
dapat bergerak dengan bebas, sementara yang lain tidak leluasa bergerak.
Namun dengan kekuasaan Allah SWT, Nabi Daud dapat melunakkan besi dan
membuat darinya baju besi yang ringan. Ini adalah kemajuan penting yang
Allah SWT berikan kepada Daud dan tentaranya. Kemajuan ini kini dimiliki
oleh Sulaiman. Demikianlah Sulaiman memiliki pasukan yang dahsyat yang
melebihi pasukan mana pun di bumi saat itu. Bahkan Allah SWT menambah
karunia-Nya kepada Sulaiman:
“Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan
dia berkata: ‘Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara
burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (setnua) ini
benar-benar suatu karunia yang nyata.’” (QS. an-Naml: 16)
Ketika kita membuka lembaran-lembaran
sejarah kehidupan Nabi Sulaiman yang diungkap oleh Al-Qur’an, maka kita
akan mengetahui bahwa kita berada di masa keemasan Bani Israil, yaitu
masa Nabi mereka dan penguasa mereka Sulaiman. Sulaiman tidak merasa
puas dengan apa yang telah diwarisinya dari Daud. Ambisinya mendorongnya
untuk mendapatkan sesuatu yang lebih besar.
Pada suatu hari ia menengadahkan
tangannya dan berdoa kepada Allah SWT. Antara hati Nabi dan Allah SWT
tidak ada penghalang, jarak, atau waktu. Tak seorang pun dari para nabi
yang berdoa kepada Allah SWT kecuali doanya pasti terkabul. Kejernihan
hati ketika mencapai puncak tertentu, maka ia akan menggapai apa saja
yang diinginkan di jalan Allah SWT. Dalam doanya, Nabi Sulaiman berkata:
“Ia berkata: Ya Tuhanku, ampunilah aku
dan anugerahilah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seseorangpun
sesudahku.” (QS. Shad: 35)
Sulaiman menginginkan dari Allah SWT
suatu kerajaan yang belum pernah diperoleh oleh siapa pun setelahnya.
Allah SWT mengabulkan doa hamb-Nya Sulaiman dan memberinya kerajaan
tersebut. Barangkali orang-orang yang hidup di saat ini bertanya-tanya
mengapa Sulaiman meminta kerajaan ini yang belum pemah dicicipi oleh
seorang pun setelahnya? Apakah Sulaiman—sesuai dengan bahasa kita saat
ini—seorang lelaki yang gila kekuasaan. Tentu kita tidak menemukan
sedikit pun masalah yang demikian dalam hati Sulaiman. Ambisi Sulaiman
untuk mendapatkan kekuasaan atau kerajaan adalah ambisi yang ada di
dalam seorang nabi, dan tentu ambisi para nabi tidak berkaitan kecuali
dengan kebenaran. Ambisi tersebut adalah bertujuan untuk memudahkan
penyebaran dakwah di muka bumi. Sulaiman sama sekali tidak cinta kepada
kekuasaan dan ingin menunjukkan sikap kesombongan namun beliau ingin
mendapatkan kekuasaan untuk memerangi kelaliman yang menyebar di muka
bumi. Perhatikanlah kata-kata Sulaiman kepada Balqis ketika beliau
berdialog dengannya tentang singgasananya dalam surah an-Naml:
“Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah
kepadanya: ‘Serupa inikah singgasanamu?’ Dia menjawab: ‘Seakan-akan
singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya
dan kami adalah orang-orangyang berserah diri.” (QS. an-Naml: 42)
Demikianlah kata-kata Sulaiman yang
bijaksana. Menurut kami, itu adalah kata-kata yang membenarkan
permintaannya untuk memiliki kekuasaan dan kekuatan. Sulaiman telah
mengerahkan semua kemuliaan dan kekuasaannya dalam rangka menegakkan
agama Allah SWT dan menyebarkan Islam. Tidakkah ratu Saba’ berkata pada
akhir ceritanya bersama Sulaiman:
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. an-Naml: 44)
Setelah Mukadimah pokok ini, marilah
kita membuka halaman-halaman cerita Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman
mewarisi kekuasaan, kenabian, dan hikmah (ilmu) dari Daud. Orangorang
menyebutnya: Sulaiman al-Hakim (Sulaiman yang bijaksana). Kebijaksanaan
Nabi Sulaiman tidak terbatas pada keadilannya di tengah-tengah manusia
dan kasih sayangnya kepada mereka namun kebijakan Sulaiman juga berlaku
di kalangan burung dan binatang lainnya. Nabi Daud juga mengenal bahasa
burung, tetapi Sulaiman dapat berbicara dengan bahasa burung, bahkan ia
dapat menjadikannya pembantunya. Ketika Nabi Daud bertasbih, maka
gunung-gunung dan burung-burung serta binatang-binatang buas pun ikut
bertasbih bersamanya bahkan angin pun berhenti untuk mendengarkan tasbih
ini, sedangkan Nabi Sulaiman, Allah SWT memberinya karunia lebih dari
itu di mana binatang-binatang buas tunduk padanya, begitu juga angin dan
burung.
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah memberi
ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: ‘Segala puji
bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang
beriman.’ Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata: ‘Hai
manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami
diberi segala sesuatu, sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu
karunia yang nyata.’” (QS. an-Naml: 15-16)
Nabi Sulaiman mampu mendengar bisikan
semut yang berbicara dengan sesama mereka, bahkan ia mampu memerintahkan
semut tersebut sehingga semut itu taat kepada perintahnya. Pasukan Nabi
Sulaiman memiliki kekuatan yang sangat dahsyat di dunia. Belum pernah
ada di dunia suatu pasukan yang memiliki kekuatan seperti ini, Kekuatan
Nabi Sulaiman berasal dari beberapa kombinasi yang sangat mengagumkan
sehingga karenanya ia tidak dapat tertandingi. Kekuatan itu terdiri dari
manusia, jin, dan burung. Kita mengetahui bahwa jin adalah makhluk
Allah SWT dan manusia tidak mampu melihatnya atau menghadirkannya atau
meminta pertolongannya, sedangkan Sulaiman telah diberi Allah SWT
kemampuan untuk untuk menundukkan jin dan mempekerjakan mereka sebagai
tentara di tengah-tengah peperangan, bahkan ia mampu menjadikan mereka
sebagai pekerja-pekerja kasar di kerajaannya saat tidak ada peperangan.
Ketika ada pasukan lain yang mencoba melawan pasukan ini, maka mustahil
mereka akan merasakan kemenangan. Bahkan pasukan Sulaiman juga diperkuat
oleh pasukan burung. Burung di pasukan Sulaiman memerankan tugas
penting. Yaitu apa yang kita kenal saat ini dengan istilah badan
intelejen. Kita mengetahui bahwa peranan informasi saat peperangan
adalah hal yang sangat penting. Dari informasi tersebut, pasukan dapat
mengetahui keadaan musuhnya. Demikianlah peranan burung pada pasukan
Sulaiman. Ia terbang di tengah-tengah musuh kemudian ia kembali kepada
Sulaiman untuk menyampaikan berita tentang keadaan musuhnya. Di sampaing
jin dan burung, Allah SWT juga menundukkan angin untuk Sulaiman. Nabi
Sulaiman dapat memerintah angin dan ia mampu untuk menaiki angin bersama
tentaranya.
Sekarang, kita mengetahui bahwa ide
adanya pesawat terbang adalah berangkat dari usaha memanfaatkan udara di
mana pesawat tersebut dapat terbang di dalamnya meskipun ia lebih berat
darinya. Namun sejak dahulu Allah SWT memberikan kemampaun ini kepada
Sulaiman di mana ia mampu menundukkan angin dan menggunakannya demi
kepentingannya. Oleh karena itu, pasukan Sulaiman juga terdiri dari
pasukan udara pada saat di mana tak seorang pun memimpikan untuk terbang
di udara. Barangkali mukjizat ini yang Allah SWT berikan kepada
Sulaiman menjadi sebab kejayaan militernya sehingga pasukannya tidak
tertandingi. Allah SWT berfirman:
“Dan dihimpunkan kepada Sulaiman
tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka diatur dengan
tertib (dalam barisan).” (QS. an-Naml: 17)
“Kemudian Kami tundukkan kepada angin
yang berhembus dengan baik menurut hemana saja yang dikehendakinya, dan
(Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan
penyelam, dan setan yang lain yang terikat dalam belenggu. Inilah
anugerah Kami;, maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk
dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab. Dan sesungguhnya dia
mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang
baik.” (QS. Shad: 36-40)
Kita akan mengetahui bahwa Sulaiman akan
meninggalkan ide untuk menggunakan kuda di tengah-tengah pasukannya
setelah ia pada suatu hari dibuatnya lupa pada salat. Ketika Sulaiman
meninggalkan kuda dalam rangka mencapai ridha Allah SWT, maka Dia
menggantikannya dengan angin yang bertiup sesuai dengan perintahnya
kemana pun ia pergi dan kemana pun tempat yang diinginkannya. Di samping
senjata udara yang Allah SWT berikan kepada Sulaiman, Allah SWT juga
memberikan kemampuan yang tak seorang pun dari para nabi mendapatkannya.
Yaitu kemampuan untuk memerintah setan. Setan adalah salah satu bagian
dari jin. Ia adalah kelompok yang celaka dari jin. Kelompok ini
sebenarnya tidak mampu dikuasai oleh manusia, bahkan jin yang saleh pun
tidak dapat mengatur mereka. Adapun Sulaiman, Allah SWT telah memberinya
kekuasaan untuk menundukkan setan dan mempekerjakannya bahkan
mengikatnya dengan rantai serta menghukumnya jika ia menentang
perintahnya.
Setan membangun untuk Sulaiman istana
dan patung-patung dan alat-alat perang. Bahkan setan-setan itu menyelam
di dasar lautan untuk mengeluarkan permata dan yakut untuk Sulaiman.
Jika ada di antara setan yang menentang perintahnya, maka Nabi Sulaiman
mengikatnya dengan rantai. Ini semua menunjukkan keayaan Sulaiman dan
kekuasaannya di mana ia mampu mengatur banyak makhluk di dunia. Tentu
kemampuannya itu atas izin atau kehendak dari Tuhannya sebagai mukjizat
dari-Nya. Allah SWT berfirman:
“Dan sebagian dari jin ada yang bekerja
di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa
yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan
kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat
untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi
dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan
periuk yang tetap (berada di atas tungku).” (QS. Saba’: 12)
Nabi Sulaiman yang bijaksana adalah
penguasa yang tak tertandingi di muka bumi. Meskipun memperoleh
nikmat-nikmat yang khusus dan agung ini yang Allah SWT berikan kepada
Sulaiman, beliau tetap menunjukkan sebagai manusia yang paling banyak
berzikir kepada-Nya dan manusia yang paling banyak bersyukur di
zamannya.
Allah SWT berfirman tentang Sulaiman:
“(Sulaiman) sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya).” (QS. Shad: 30)
Al-Aubah ialah kembali kepada Allah SWT
melalui salat, puasa, tasbih, menangis, istigfar, dan mengungkapkan rasa
cinta yang dalam. Hamba yang kembali adalah hamba yang menuju Allah
SWT. Waktu salat bagi Sulaiman adalah waktu yang sangat penting sehingga
ketika datang waktu itu, maka beliau tidak bisa disibukkan dengan hal
yang lain. Pada suatu hari, beliau nyaris kehilangan waktu salat. Tentu
hal ini di luar kehendaknya. Pada saat itu, beliau sibuk mengurusi
persoalan yang penting, yaitu menyiapkan tentara untuk perang. Saat itu
bertepatan dengan waktu Ashar. Sulaiman masih menyiapkan kuda
tentara-tentaranya. Kuda pada waktu itu menjadi senjata yang penting di
tengah-tengah pasukannya. Sulaiman lewat di depan kuda dan memeriksanya
sehingga beliau nyaris kehilangan waktu salat Ashar.
Sulaiman sujud kepada Allah SWT kemudian
ia salat. Ia meminta agar kuda itu dikembalikan kepadanya. Ketika kuda
datang, ia mengusap lehemya dan kakinya dengan tangannya lalu ia meminta
ampun kepada Allah SWT karena ia sibuk menyiapkan pasukan untuk
berjihad sehingga nyaris kehilangan waktu salat. Sejak peristiwa itu,
Sulaiman merasa tidak lagi membutuhkan kuda di tengah-tengah pasukannya.
Lalu Allah SWT menggantikannya dengan angin yang mampu membawa
tentaranya ke mana pun ia pergi. Allah SWT berfirman:
“Dan Kami karuniakan kepada Daud,
Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat
(kepada Tuhannya). (Ingatlah) ketika dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda
yang tenang di waktu berhenti dan cepat waktu berlari pada waktu sore.
maka ia berkata: ‘Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang
yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu
hilang dari pandangan.’ Bawalah semua kuda itu kembali kepadaku.’ Lalu
ia potong kaki dan leher kuda itu.” (QS. Shad: 30-33)
Sulaiman mengetahui penyakit kuda dan ia
mampu berbicara dengan bahasa kuda, bahkan kuda itu pun menaati
perintah Nabi Sulaiman. Allah SWT juga memberikan kenikmatan lain atas
Sulaiman Allah SWT berfirman:
“Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.” (QS. Saba’: 12)
Al-Kithir adalah tembaga yang dicairkan.
Sebagaimana Allah SWT memberikan nikmat atas ayahnya Daud di mana ia
mampu melunakkan besi dan Allah SWT mengajarinya bagaiamana cara
mencairkannya, maka Sulaiman pun memanfaatkan tembaga yang cair itu
untuk peperangan dan di saat perdamaian. Pada saat peperangan beliau
mencampur tembaga dengan besi dan membuat darinya perunggu. Mereka
mengunakan senjata-senjata perunggu dalam peperangan, seperti pedang,
baju besi dan pisau. Senjata-senjata ini adalah senjata yang paling kuat
di saat itu. Sedangkan di saat perdamaian, tembaga digunakan untuk
membuat bangunan, patung, dan sebagainya. Meskipun Nabi Sulaiman
mendapatkan nikmat yang besar ini dan karunia yang khusus, Allah SWT
telah mengujinya dengan suatu ujian. Ujian akan selalu datang pada
seorang hamba. Ketika hamba itu mendapat kedudukan besar, maka ujiannya
pun menjadi besar. Allah SWT menguji Sulaiman dengan penyakit.
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji
Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai
tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat. Ia berkata: ‘Ya
Tuhanku, ampunilah aku anugerahkanlah kerajaan yang tidak dimiliki oleh
seseorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.
Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik
menurut kemana saja yang ia kehendakinya, dan (Kami tundukkan pula
kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam. ” (QS. Shad:
34-37)
Para ahli tafsir berbeda pendapat
tentang fitnah atau ujian yang dialami oleh Nabi Sulaiman. Barangkali
riwayat yang paling terkenal dalam hal ini adalah riwayat yang paling
penuh dengan kebohongan. Dikatakan bahwa Sulaiman bertekad untuk
menggilir istri-istrinya yang berjumlah tujuh ratus pada satu malam saja
untuk melakukan hubungan seks dengan mereka, sehingga para wanita itu
akan melahirkan seorang anak yang dapat berperang di jalan Allah SWT.
Sulaiman tidak mengatakan insya Allah lalu ia menggilir istri-istrinya
dan tidak ada seorang pun yang melahirkan kecuali seorang wanita yang
melahirkan anak yang buruk rupa.
Kisah tersebut berbeda atau kontradiksi
dari permulaannya dan akhirannya. Tentu kisah itu berasal dari cerita
khurafat yang direkayasa oleh orang-orang Yahudi atau termasuk dari
israiliyat. Hakikat ujian yang dialami Nabi Sulaiman adalah apa yang
disebutkan oleh Fakhrur Razi: “Sulaiman diuji dengan suatu penyakit yang
keras di mana kedokteran saat itu tidak mampu mengatasinya. Sakitnya
Sulaiman sangat keras sehingga para dokter dari kalangan manusia dan jin
pun tidak mampu menghilangkan penyakitnya. Lalu burung-burung
menghadirkan rumput-rumput yang dianggap sebagai obat tetapi Sulaiman
pun belum juga sembuh. Semakin hari penyakit Sulaiman semakin
menjadi-jadi sehingga ketika Sulaiman duduk di atas kursi ia duduk
bagaikan tubuh tanpa roh, seakan-akan ia mati karena saking kerasnya
penyakit yang dideritanya. Sakit yang diderita oleh Sulaiman terus
berlanjut untuk beberapa saat namun Sulaiman tidak henti-hentinya
berzikir kepada Allah SWT dan meminta kesembuhan kepada-Nya serta
beristigfar kepada-Nya dan mengungkapkan rasa cintanya kepada-Nya.”
Selesailah ujian Allah SWT terhadap
hamba-Nya, Sulaiman. Beliau pun sembuh. Kini Sulaiman merasakan kembali
kesehatannya setelah ia mengetahui segala kejayaannya dan segala
kekuasaannya serta segala kebesarannya tidak lagi mampu menghilangkan
penyakit yang dideritanya kecuali jika Allah SWT menghendakinya. Inilah
pendapat yang lebih menenangkan hati kami. Pendapat tersebut sesuai
dengan kemaksuman Sulaiman sebagai Nabi yang bijaksana dan Nabi yang
mulia:
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji
Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai
tubuh (yang lemah karena sakit)” (QS. Shad: 34)
Sakit yang diderita Sulaiman membuat
dirinya seperti jasad yang tak bernyawa. Kata jasad dalam bahasa Arab
diungkapkan atas sesuatu yang kehilangan kehidupan atau kesehatan.
Sulaiman berubah menjadi jasad karena saking kerasnya penyakit yang
dideritanya.
“Kemudian ia bertaubat.” (QS. Shad: 34)
Lalu Nabi Sulaiman kembali sehat. Ia
meminta pertolongan dengan rahmat Allah SWT lalu Allah SWT
menyembuhkannya dan merahmatinya. Nabi Sulaiman telah membangun mesjid
atau tempat beribadah sehingga manusia menyembah Allah SWT di dalamnya.
Rumah ini menunjukkan keunggulan seni arsitektur dan seni pahat.
Orang-orang yang membangun rumah ini berjumlah puluhan ribu orang. Tentu
setiap kelompok dari mereka memiliki pekerjaan masing-masing. Di antara
mereka ada yang mencairkan tambang; di antara mereka ada tukang pahat;
ada yang membelah batu; ada yang memotong-motong kayu; ada yang
mendatangkan rumput-rumput dari Lebanon; ada yang melelehkan emas dan
menjadikannya lempengan-lempengan yang mengkilat untuk menutupi kayu dan
menutupi dinding.
Bahkan golongan jin juga membantu
pembangunan rumah tersebut, tentu dengan perintah dan bimbingan Nabi
Sulaiman. Mereka membuat patung-patung yang besar dan membuat bejana
yang besar untuk tempat, makanan para tentara dan pekerja, yaitu bejana
seperti gunung karena saking beratnya dan besarnya. Mereka juga membuat
tempat-tempat minum yang besarnya seperti kolam. Sulaiman mengawasi para
pekerjanya dan juga mengurusi masyarakatnya di mana beliau mengenali
problem mereka dan berusaha memecahkannya. Beliau juga mengawasi
pasukannya dari kalangan binatang dan burung. Beliau mengetahui apakah
ada satu di antara mereka yang tidak hadir dan di mana ia pergi serta
mengapa ia pergi.
Nabi Sulaiman bukan hanya mengetahui
problem tentaranya dari kalangan manusia dan tentaranya dari kalangan
burung, namun ia juga menunjukkan kasih sayangnya terhadap semut di mana
beliau mendengar bisikannya dan tidak suka untuk menginjaknya. Nabi
Sulaiman selalu menundukan kepalanya ke bumi sebagai bentuk rasa rendah
diri dan syukur kepada Allah SWT. Pada suatu hari ia berjalan di depan
tentaranya dan tiba-tiba ia mendengar suara semut yang berkata kepada
temannya dari kalangan semut:
“Hingga apabila mereka sampai di lembah
semut berkatalah seekor semut: ‘Hai semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarangmu agar kamu tidak terinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari’;, maka dia tersenyum karena
(mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: ‘Ya Tuhanku, berilah
aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada ke dua orang ibu dan bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke
dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. an-Naml: 18-19)
Sulaiman mendengarkan pembicaraan semut
itu lalu beliau tersenyum karena mendengar pembicaraannya. Apa yang
dibayangkan oleh semut kecil itu? Meskipun Sulaiman mendapatkan
kekuasaan dan memiliki tentara yang besar, namun beliau menunjukkan
kasih sayang terhadap semut. Beliau mendengar bisikannya dan melihat
semut yang di depannya. Oleh karena itu, tak mungkin baginya untuk
menginjaknya. Sulaiman bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberinya
nikmat ini, yaitu nikmat rahmat dan nikmat kasih sayang. Di samping itu,
Sulaiman orang yang paling kaya di dunia di mana istananya terbuat dari
kayu gahru yang memiliki bau yang harum dan istananya terbuat dari emas
dan terkadang dari kristal. Beliau juga memiliki kursi besar yang
dibuat dari emas dan permata. Istana Sulaiman merupakan istana vang
paling besar di dunia. Sulaiman menggunakan pakaian dari emas dan
permata. Meskipun demikian, Sulaiman tetap menunjukkan sebagai hamba
yang berserah diri dan rendah diri kepada Aliah SWT dan kepada manusia.
Nabi Sulaiman yang merendahkan dirinya di hadapan Allah SWT dan ia
selalu sujud pada Allah SWT sebagaimana ayahnya yang selalu bertasbih
kepada Allah SWT. Sulaiman selalu melantunkan lagu-lagu cinta Ilahi dan
hanya memuji Allah SWT.
Pada suatu hari, Nabi Sulaiman
mengeluarkan perintahnya kepada pasukannya untuk bersiap-siap. Sulaiman
keluar memeriksa pasukannya. Satu demi satu pasukannya ditelitinya.
Kelompok yang pertama adalah kelompok manusia. Sulaiman memperhatikan
kesiapan mereka, lalu Sulaiman mengeluarkan perintah-perintahnya.
Kemudian Sulaiman memeriksa kelompok jin dan menvampaikan
perintah-perintahnya kepada mereka. Beliau memenjarakan jin yang tampak
bermalas-malasan saat bekerja. Lalu ia memeriksa binatang dan berkata
kepada mereka, apakah mereka sudah, makan dengan baik dan tidur dengan
nyenyak, apakah ada yang mengadu kepadanya, misalnya karena penyediaan,
makanan tidak layak, apakah di sana ada yang sakit, dan sebagainya.
Ketika Sulaiman merasa puas dengan semuanya, Sulaiman memasuki tenda
tempat berkumpulnya burung. Belum lama Sulaiman memasuki tenda tersebut
dan mengamat-amati keadaan di sekitarnya sehingga ia mengetahui burung
yang tidak hadir yaitu Hud-hud:
“Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: ‘Mengapa aku tidak melihat hud-hud.” (QS. an-Naml: 20)
Burung-burung yang lain tampak terdiam
sebagai penghormatan dan akan mendengarkan apa yang akan dikatakan
pemimpin mereka Sulaiman. Beliau mengarahkan pandangannya pada semua
burung dan tidak menemukan Hud-hud di antara mereka. Tak seekor burung
pun yang mengetahui keberadaannya. Sulaiman mulai menampakkan
kemarahannya:
“Apakah dia termasuk yang tidak hadir?” (QS. an-Naml: 20)
Tiba-tiba seekor burung kecil
memberanikan diri untuk berkata kepada Sulaiman: “Wahai Nabi yang mulia,
seharusnya hud-hud ada bersamaku kemarin untuk melaksanakan tugas
penyelidikan. Ia adalah pemimpin misi itu namun hud-hud belum datang.
Oleh karena itu, aku tidak pergi bersamanya.” Burung itu tampak gemetar
ketakutan. Sulaiman mengetahui bahwa hud-hud tidak hadir, dan tak
seorang pun mengetahui kepergiannya. Hud-hud pergi tanpa terlebih dahulu
meminta izin kepada Sulaiman dan tidak memberitahu di mana
keberadaannya. Dalam keadaan marah, Sulaiman berkata:
“Sungguh aku benar-benar akan
mengazabnya dengan azab yang keras, atau benar-benar menyembelihnya
kecuali jika ia benar-benar datang kepadaku dengan alasan yangjelas.”
(QS. an-Naml: 21)
Kawanan burung mengetahui bahwa Sulaiman
sedang marah dan telah menetapkan untuk menyiksa hud-hud atau
menyembelihnya atau justru memaafkannya dengan syarat, ia datang dengan
membawa alasan yang dapat menyelamatkannya. Atau dengan kata lain,
hud-hud dapat memastikan bahwa ia melaksanakan tugas yang penting.
Sulaiman menunjukkan kemarahan yang besar sehingga siapa pun akan merasa
takut. Ketika Sulaiman marah—meskipun beliau terkenal dengan kasih
sayangnya—maka kemarahannya karena membela kebenaran, kemudian beliau
dapat melaksanakan ancamannya dengan cara yang mudah. Seekor burung
tampak gemetar ketakutan melihat kemarahan Sulaiman, lalu beliau
meng-ulurkan tangannya ke burung itu dan memegang-megang kepalanya
sehingga burung itu pun merasa tenang dan rasa takutnya hilang.
Sulaiman pergi dari tenda burung itu dan
menuju istananya. Sulaiman masih memikirkan keadaan hud-hud. Seharusnya
hud-hud menjadi bagian penting dari badan intelejen. Apakah ia pergi
untuk menyingkap sesuatu, atau apakah ia pergi hanya untuk bermain-main?
Sulaiman telah memperhatikan dan mengetahui bahwa hud-hud adalah seekor
burung yang cerdik dan juga fasih berbicara. Terkadang Sulaiman
mendapati hud-hud sedang bermain-main dan menunda pekerjaannya. Sulaiman
melihatnya dan hud-hud memahami bahwa ini tidak benar. Sebab, ia tidak
boleh mencampur adukkan antara waktu serius dan waktu bermain.
Akhirnya, tidak lama setelah
kepergiannya, hud-hud tiba di tenda burung. Burung-burung yang lain
berkata kepadanya: “Pergilah engkau ke tempat tuan kita Sulaiman. Jika
ia mengetahui bahwa engkau telah sampai, maka jiwamu benar-benar
terancam.” Hud-hud terbang dan menemui Sulaiman. Pada waktu itu beliau
sedang duduk sambil, makan. Hud-hud berdiri dan telah menetapkan untuk
memulai pembicaraan dengan Sulaiman sebelum beliau bertanya kepadanya
kemana dia pergi. Ini sebagai bukti bahwa ia melaksanakan tugas penting.
Hud-hud berkata:
“Maka tidak lama kemudian (datanglah
hud-hud), lalu ia berkata: Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum
mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba’ suatu berita
penting yang diyakini.” (QS. an-Naml: 22)
Aku adalah hud-hud yang miskin, tetapi
aku mengetahui apa yang tidak engkau ketahui, dan aku telah datang
kepadamu dari kerajaan Saba’ dengan membawa berita yang sangat penting.
Sulaiman tampak terdiam dan menunggu hud-hud menyelesaikan
pembicaraannya:
“Sesungguhnya aku menjumpai seorang
wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta
mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah
matahari, selain Allah; dan setan telah menjadikan mereka memandang
indah perhuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan
(Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.” (QS. an-Naml: 23-24)
Hud-hud diam sejenak dan Sulaiman merasa
bahwa hud-hud menunjukkan kefasihan lisannya dan berbicara dengan baik
kepadanya. Hud-hud mengemukakan perkataan yang sering disampaikan
Sulaiman kepada manusia dan burung:
“Agar mereka tidak menyembah Allah Yang
mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Allah,
tiada Tuhan (yang berhak disemhah) kecuali Dia, Tuhan yang mempunyai
arsy yang besar.” (QS. an-Naml: 25-26)
Jelas sekali bahwa hud-hud mengulangi
perkataan pemimpin kita Sulaiman, sebagai usaha terakhir untuk
memperoleh kasih sayang Sulaiman dan agar beliau puas dengan
penjelasannya itu. Sulaiman berkata sambil menunjukkan senyuman manis di
wajahnya:
“Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. an-Naml: 27)
Hud-hud ingin mengatakan, aku tidak
bohong wahai Nabi yang mulia namun diamnya Sulaiman membuatnya takut,
sehingga ia pun terdiam. Sulaiman terdiam karena berpikir, lalu ia
memutuskan sesuatu. Setelah itu, beliau mengangkat kepalanya dan meminta
secarik kertas dan pena. Sulaiman segera menulis surat singkat dan
menyerahkannya kepada hud-hud serta memerintahkannya:
“Pergilah dengan (membawa) suratku ini,
lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu
perhatikanlah apa yang rnereka bicarakan.” (QS. an-Naml: 28)
Al-Qur’an al-Karim hanya menceritakan
dalam surah an-Naml bagaimana perginya hud-hud dan bagaimana ia
menyerahkan surat itu. Lalu, Al-Qur’an langsung menyebut keadaan
kerajaan Balqis yang saat itu ia sedang membaca surat tersebut di depan
para pembesar kerajaannya dan para menterinya:
“Berkata ia (Balqis): ‘Hai
pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat
yang mulia. Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya
(isi)nya: ‘Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Bahwa janganlah kalian berlaku sombong terhadapku dan
datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.’” (QS.
an-Naml: 29-31)
Dalam surat Sulaiman itu disebutkan,
hendaklah mereka menyerahkan diri dan tunduk kepada perintahnya.
Sulaiman memerintahkan agar mereka meninggalkan penyembahan terhadap
matahari. Sulaiman tidak mempersoalkan akidah mereka dan tidak memuaskan
mereka dengan apa pun. Sulaiman hanya memerintahkan bahwa ia berada di
atas kebenaran. Bukankah ia didukung kekuatan yang berlandaskan
keyakinan yang dimilikinya Sulaiman hanya memerintahkan mereka agar
tunduk dan patuh kepadanya. Ratu Saba’ menyampaikan surat tersebut di
tengah-tengah kaumnya:
“Berkata dia (Balqis): ‘Hai putra para
pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah
memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku).’”
(QS. an-Naml: 32)
Sementara itu, reaksi para pembesar
istana adalah menentang surat tersebut. Isi surat itu membangkitkan
kecongkakan kaum Saba’ di mana mereka merasa lebih kuat. Mereka
mengetahui bahwa di sana ada orang yang mencoba menantang mereka dan
mengisyaratkan peperangan kepada mereka, lalu ia meminta kepada mereka
untuk memenuhi syarat-syaratnya sebelum terjadinya peperangan dan
kekalahan:
“Mereka menjawab: ‘Kita adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang
sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu;, maka
pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.” (QS. an-Naml: 33)
Para pembesar kaumnya ingin berkata,
kita siap untuk melaksanakan peperangan. Tampaknya ratu itu memiliki
kebijakan yang lebih baik daripada pembesar kaumnya. Surat Sulaiman itu
membuatnya berpikir lebih jernih dan lebih hati-hati. Ia berusaha sebisa
mungkin menghindari peperangan. Ratu itu berpikir dalam tempo yang
lama. Nama Sulaiman tidak diketahuinya dan ia pun belum pernah
mendengarnya. Oleh karena itu, ratu tidak mengetahui kekuatannya. Boleh
jadi Sulaiman memiliki kekuatan yang dahsyat sehingga ia mampu memerangi
kekuasaannya dan mengalahkannya. Kemudian ratu memperhatikan apa yang
ada di sekelilinginya. Ia melihat kemajuan masyarakatnya dan
kekayaannya. Barangkali ia mengira bahwa Sulaiman iri terhadap kemajuan
dan kekayaan ini sehingga Sulaiman ingin menyerangnya. Setelah
mempertimbangkan isi surat Sulaiman dengan cermat, ratu Saba’ memilih
untuk tidak bersikap ceroboh. Ratu lebih suka untuk menggunakan bahasa
kelembutan. Ia mengirim kepada Sulaiman suatu hadiah yang besar. Ratu
mengira bahwa Sulaiman seorang yang ambisius yang boleh jadi ia telah
mendengar tentang kekayaan kerajaannya.
Para utusan pergi dengan membawa hadiah
dari ratu Saba’. Ratu berharap agar mereka dapat memasuki kerajaan
Sulaiman dan akan mengetahui kondisi kerajaannya. Saat mereka pulang,
ratu ingin mendengar secara langsung dari mereka tentang keadaan kaum
Sulaiman dan pasukannya. Setelah mendapatkan informasi yang cukup, maka
si ratu dapat membuat sesuatu keputusan yang tepat. Ratu menyembunyikan
apa yang terlintas dalam dirinya lalu ia berbicara kepada pembesar
istananya bahwa ia dapat menyingkap niat jahat raja Sulaiman melalui
cara mengirim hadiah kepadanya. Ratu lebih memilih cara tersebut dan
menunggu reaksi Sulaiman. Ratu berhasil memuaskan para pembesar
istananya, dan untuk sementara ia menghilangkan ide berperang, karena
para raja jika menyerang suatu desa, maka pemimpin desa tersebut adalah
orang yang paling banyak mendapatkan kehinaan dan cercaan. Akhirnya,
para pembesar kaumnya merasa puasa dengan pikirannya itu. Allah SWT
berfirman:
“Dia berkata: ‘Sesungguhnya raja-raja
apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan
menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang
akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada
mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang akan
dibawa kembali oleh utttsan-utusan itu.’” (QS. an-Naml: 34-35)
Kemudian sampailah hadiah ratu Balqis ke
Nabi Sulaiman. Para badan intelejennya memberitahunya bahwa para utusan
Balqis datang dengan membawa hadiah. Sulaiman langsung mengetahui bahwa
ratu itu sengaja mengirim orang-orangnya untuk mengetahui atau
mendapatkan informasi tentang kekuatannya, lalu setelah itu, ia
mengambil keputusan atau sikapnya kepada Sulaiman. Sulaiman segera
memanggil semua pasukannya untuk berkumpul.
Utusan Balqis segera memasuki istana
Sulaiman yang dipenuhi dengan pasukan besar yang bersenjata. Tiba-tiba,
utusan Balqis tampak tercengang ketika melihat kekayaan mereka dan harta
mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kerajaan Sulaiman.
Hadiah mereka tampak tidak berarti. Emas yang mereka bawa tampak tidak
berarti saat mereka memasuki istana Sulaiman yang terbuat dari kayu-kayu
pohon gahru yang mengeluarkan bau yang harum serta dihiasi dengan emas.
Para utusan Balqis berdiri bersama Sulaiman dan menyaksikan bagaimana
Sulaiman mengendalikan pasukannya. Kemudian mereka mulai berpikir
tentang kekuatan dan kualitas pasukan Sulaiman. Betapa kagetnya mereka
ketika melihat di tengah-tengah pasukan itu terdapat singa, burung dan
tentara dari kalangan manusia yang mampu terbang. Mereka pun sadar bahwa
mereka di hadapan pasukan yang tiada taranya.
Selesailah demonstrasi pasukan Sulaiman.
Kemudian para utusan ratu dipersilakan maju ke tempat hidangan, makan.
Para utusan itu sangat terkejut ketika melihat berbagai macam, makanan
dari penjuru bumi ada di depannya, dan di antara, makanan itu pun
terdapat, makanan yang biasa di temukan di negeri mereka, tetapi mereka
melihat bahwa, makanan itu memiliki rasa yang istimewa. Selain itu,
piring-piring yang ada di depan mereka dan dijadikan tempat, makanan
terbuat dari emas dan mereka dilayani oleh laki-laki yang berhias dengan
emas, ratu mereka pun tidak mengenakan hiasan itu. Di meja, makan itu
terdapat burung, ikan laut dan berbagai macam daging yang mereka tidak
mampu lagi membedakannya. Sulaiman tidak, makan bersama mereka tetapi
beliau, makan dengan menggunakan piring yang terbuat dari kayu. Beliau
memakan roti yang kering yang dicampur dengan minyak. Inilah, makanan
yang dipilihnya.
Sulaiman, makan bersama mereka dalam
keadaan diam. Mereka merasa bahwa kehadiran Sulaiman menciptakan suatu
kewibawaan yang luar biasa. Selesailah jamuan, makan itu, lalu dengan
sangat malu, mereka menyerahkan hadiah ratu Balqis kepada Sulaiman.
Hadiah itu berupa emas. Bagi mereka, hadiah itu sangat bernilai tetapi
di sini hadiah ini tampak kecil di hadapan kekayaan yang sangat
mengagumkan. Sulaiman memperhatikan hadiah ratu itu dan berkata:
“Maka tatkala utusan itu sampai kepada
Sulaiman, Sulaiman berkata: ‘Apakah (patut) kamu menolong aku dengan
harta?, maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa
yang diberikan-Nya kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu.m
(QS. an-Naml: 36)
Raja Sulaiman menyingkap—dengan
kata-katanya yang singkat itu—penolakannya terhadap hadiah mereka. Ia
memberitahu utusan itu bahwa ia tidak menerima hadiah tersebut. Ia tidak
merasa puas dengan hadiah itu. Yang membuatnya puas hanya: “Janganlah
kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri. “
Lalu Sulaiman kembali berkata dengan pelan:
“Kembalillah kepada mereka. Sungguh kami
akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak kuasa
melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba’)
dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina.”
(QS. an-Naml: 37)
Sulaiman meninggalkan para utusan ratu
itu setelah terlebih dahulu mengancam mereka. Para utusan itu mengharap
agar Sulaiman mau menunggu kunjungan ratu Balqis sendiri yang akan
membawa misi perdamaian. Akhirnya, sampailah para utusan Balqis ke Saba’
mereka segera menuju istana ratu. Mereka memberitahu bahwa negeri
mereka ada di ujung tanduk. Mereka menceritakan kepada ratu kekuatan
Sulaiman, dan tidak mungkin bagi mereka mampu melawannya. Mereka
meyakinkan Balqis bahwa ia harus mengunjunginya dan melihat sendiri.
Kemudian ratu menyiapkan dirinya untuk pergi menuju kerajaan Sulaiman.
Sulaiman duduk di kursi kerajaan di tengah-tengah para pembesarnya dan
para menterinya serta para komandan pasukan. Beliau berpikir tentang
Balqis. Sulaiman mengetahui bahwa Balqis menuju tempatnya. Balqis
dikelilingi rasa takut. Sulaiman berpikir sejenak tentang bagaimana
matahari disembah. Ia memikirkan bagaimana informasi yang diterima badan
intelijennya tentang kemajuan kerajaan Balqis dalam bidang kesenian dan
ilmu pengetahuan. Sulaiman bertanya kepada dirinya sendiri, apakah
kemajuan menjadi penghalang untuk mengetahui kebenaran, apakah ratu itu
gembira dengan kekuatan yang dicapainya dan ia membayangkan bahwa
kekuatan adalah?
Dengan kemajuan yang dimilikinya,
Sulaiman ingin membuat kejutan agar ratu mengetahui bahwa Islam yang
diyakini oleh Sulaiman adalah satu-satunya yang mampu mendatangkan
kemajuan dan kekuatan yang hakiki, sehingga ia dapat membandingkan
antara keyakinannya dalam menyembah matahari beserta kemajuan yang
dicapainya dan keyakinan Sulaiman juga beserta kemajuan yang diraihnya.
Para intelejen Sulaiman telah
memberitahunya bahwa hal yang sangat disegani dan dikagumi oleh kaum
Balqis adalah kerajaan Saba’, yaitu singgasana ratu Balqis. Singgasana
itu terbuat dari emas dan batu mulia; singgasana tersebut dijaga oleh
para penjaga yang sangat disiplin di mana mereka tidak pernah lalai
sedikit pun. Oleh karena itu, sangat tepat bila Sulaiman menghadirkan
singgasanya di sini, di kerajaannya sehingga ketika ratu tiba, maka ia
dapat duduk di atasnya. Sulaiman ingin membuat kejutan kepadanya dan
menunjukkan bahwa kemampuannya tersebut yang berlandaskan pada
keislamannya. Sulaiman melakukan yang demikian itu dengan harapan agar
si ratu tunduk kepadanya. Ide ini terlintas dalam diri Sulaiman, lalu ia
mengangkat kepalanya dan menoleh kepada anak buahnya:
“Berkata Sulaiman: ‘Hai
pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai
orang-orang yang berserah diri.’” (QS. an-Naml: 38)
Perhatikanlah ungkapan pikiran Nabi
Sulaiman tersebut. Semua pemikirannya berkisar tentang keislaman, para
penyembah matahari; tentang bagaimana beliau dapat memberikan petunjuk
kepada mereka di jalan Allah SWT. Yang pertama menjawab pertanyaan
Sulaiman itu adalah Ifrit dari kalangan jin yang Allah SWT telah
menundukkan mereka kepada Sulaiman:
“Berkata Ifrit (yang cerdik) dari
golongan jin: ‘Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku
benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.’” (QS. an-Naml:
39)
Sulaiman berdiri dari tempat duduknya
setelah satu jam atau dua jam, namun jin itu berjanji kepadanya untuk
menghadirkan singgasana Balqis sebelum itu. Istana Sulaiman di Palestina
sedangkan istana Balqis terletak di Yaman. Jarak antara singgasa
tersebut dan singgasana Sulaiman lebih dari ribuan mil. Barangkali
pesawat vang cepat sekali pun yang kita kenal hari ini tidak akan mampu
membawa dan mendatangkan istana itu dalam waktu satu jam. Tetapi
masalahnya di sini berhubungan dengan kekuatan jin yang misterius.
Sulaiman tidak mengomentari sedikit pun
terhadap apa yang dikatakan oleh Ifrit dari kalangan jin. Tampak ia
menunggu tanggapan lain yang mampu menghadirkan singgasana Balqis yang
lebih cepat dari itu. Sulaiman menoleh kepada seseorang di sana yang
duduk di atas naungan:
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu
dari al-Kitab: ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip.’, maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, ia pun berkata: ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba
aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan
barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirihu sendiri dan harangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. an-Naml: 40)
Belum lama seseorang yang mempunyai ilmu
dari al-Kitab menyatakan kalimatnya sehingga singgasana itu bercokol di
depan Sulaiman. Ia mampu menghadirkan singgasana itu lebih cepat atau
lebih sedikit dari kedipan mata ketika mata itu tertutup dan terbuka.
Al-Qur’an al-Karim tidak menyingkap kepribadian seseorang yang
menghadirkan singgasana itu. Al-Qur’an hanya menggaris bawahi bahwa
orang itu mempunyai ilmu dari al-Kitab. Al-Qur’an tidak menjelaskan
kepada kita, apakah ia seorang malaikat atau manusia atau jin. Begitu
juga Al-Qur’an al-Karim sepertinya menyembunyikan kitab yang dimaksud di
mana darinya orang tersebut mempunyai kemampuan yang luar biasa ini.
Al-Qur’an sengaja tidak menyingkap hakikat kitab yang dimaksud.
Kita sekarang berhadapan dengan mukjizat
yang besar yang terjadi dan dilakukan seseorang yang duduk di tempat
Sulaiman. Yang jelas, Allah SWT menunjukkan mukjizat-Nya, adapun rahasia
di balik mukjizat ini, maka tak seorang pun yang mengetahuinya kecuali
Allah SWT. Demikianlah, konteks Al-Qur’an menyebutkan kisah tersebut
untuk menjelaskan kemampuan Nabi Sulaiman yang luar biasa, yaitu
kemampuan yang menegaskan adanya seseorang alim ini di majelisnya.
Termasuk tindakan fudhul (sok mau tahu) jika orang bertanya siapa yang
memiliki ilmu dari al-Kitab ini: apakah Jibril atau Ashif bin Barkhiya
atau makhluk yang lain. Juga termasuk fudhul jika kita bertanya tentang
al-Kitab ini: apakah orang yang mengetahui isinya menggunakan ismullah
al-A ‘dzham (nama Allah SWT yang agung) untuk menghadirkan singgasana.
Semua pembahasan seputar masalah ini
dianggap fudhul. Betapa tidak, Al-Qur’an sendiri tidak menerangkan hal
itu sehingga rasa-rasanya kita tidak perlu membahas terlalu jauh.
Singgasa itu tampak di depan Sulaiman. Perhatikanlah tindakan Nabi
Sulaiman setelah adanya mukjizat ini. Beliau tidak merasa kagum terhadap
kemampuannya yang luar biasa; beliau tidak tercengang dengan
kekuatannya; beliau mengembalikan keutamaan tersebut kepada Penguasa
para penguasa (Allah SWT) dan bersyukur kepada-Nya yang telah mengujinya
dengan kekuasaan ini agar ia dapat membuktikan apakah ia bersyukur atau
mengingkari. Setelah Sulaiman bersyukur kepada Penciptanya, ia mulai
memperhatikan singgasana si ratu. Singgasana tersebut merupakan simbol
pembangunan dan kemajuan tetapi tampaknya ia hanya sesuatu yang biasa
dibandingkan dengan kekuasaan dan kebesaran ciptaan yang dibikin oleh
manusia dan jin di kalangan istana Sulaiman. Sulaiman memikirkan dalam
tempo yang lama singgasana Balqis kemudian beliau memerintahkan agar
singgasana itu diperbaiki sehingga saat Balqis datang Sulaiman dapat
mengujinya, apakah Balqis dapat mengenali singgasananya atau tidak:
Dia berkata: ‘Ubahlah baginya
singgasananya;, maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia
termasuk orang-orang yang tidak mengenalnya.’” (QS. an-Naml: 41)
Sulaiman memerintahkan agar dibangun
istana yang akan digunakan untuk menyambut Balqis. Sulaiman memilih
tempat di laut dan ia memerintahkan agar dibangun suatu istana di mana
sebagian besarnya terdiri dari air laut. Sulaiman memerintahkan agar
tanah-tanah itu terbuat dari kaca yang tebal dan kuat sehingga orang
yang berjalan di atas istana itu akan membayangkan bahwa di bawahnya ada
ikan-ikan yang berwarna dan berenang dan ia melihat rumput-rumput laut
yang bergerak.
Akhirnya, selesailah pembangunan istana
itu, dan saking bersihnya kaca yang terbuat darinya tanah kamarnya
sehingga tampak di sana tidak ada kaca. Hud-hud memberitahu Sulaiman
bahwa Balqis telah sampai di dekat kerajaannya. Kemudian Balqis datang.
Al-Qur’an tidak menyebutkan keadaan Sulaiman saat menyambut Balqis,
namun Al-Qur’an justru menunjukkan dua sikap Balqis: pertama, bagaimana
sikap Balqis ketika pertama kali melihat singgasananya yang datang
mendahuluinya, padahal ia telah meninggalkan pengawalnya untuk tetap
setia menjaga singgasana itu; kedua keadaannya di depan tanah istana
yang penuh dengan permata yang berenang di bawahnya ikan-ikan:
“Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah
kepadanya: ‘Serupa inikah singgasanamu?’ Dia menjawab: ‘Seakan-akan
singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya
dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.’” (QS. an-Naml: 42)
Ayat tersebut menggambarkan kondisi
dialog antara Sulaiman dan Balqis. Balqis melihat singgasananya dan ia
tercengang saat mengetahui bahwa itu adalah singgasananya, namun ia
kemudian mulai ragu karena melihat tidak sepenuhnya itu singgasananya.
Jika itu benar-benar singgasananya, lalu bagaimana ia datang
mendahuluinya dan bila bukan singgasananya, maka bagaimana Sulaiman
dapat meniru sepersis dan seteliti ini. Sulaiman berkata saat melihat
Balqis mengamati singgasananya: “Apakah ini singgasanamu?” Setelah
mengalami kebingungan sesaat Balqis menjawab: “Sepertinya benar.”
Sulaiman berkata: “Kami telah diberi ilmu sebelumnya dan kami sebagai
orang-orang Muslim.”
Melalui pernyataannya itu, Sulaiman
ingin mengisyaratkan kepada Balqis agar ia membandingkan antara
keyakinannya berserta ilmu yang dicapainya dan keyakinan Sulaiman yang
Muslim beserta pengetahuan yang diraihnya. Penyembahan terhadap matahari
dan pencapaian ilmu yang dicapai oleh Balqis tampak tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Sulaiman dan keislamannya. Sulaiman
telah mendahuluinya dalam bidang ilmu karena keislamannya. Karena itu,
sangat mudah baginya untuk mengungguli Balqis dalam ilmu-ilmu yang lain.
Demikianlah yang diisyaratkan pernyataan
Sulaiman kepada Balqis. Ratu Saba’ itu mengetahui bahwa ini adalah
singgasananya di mana singgasana itu datang lebih dahulu daripada
dirinya. Beberapa bagian dirinya telah diubah. Saat Balqis masih
berjalan menuju tempat Sulaiman, ia berpikir: kemampuan apa yang
dimiliki oleh Nabi Sulaiman? Balqis tercengang melihat apa yang
disaksikannya yang merupakan buah dari keimanan Sulaiman dan hubungannya
dengan Allah SWT. Sebagaimana Balqis tercengang ketika melihat
kemajuannya dalam bidang pembangunan seni dan ilmu, maka ia lebih kagum
lagi saat melihat hubungan yang kuat antara keislaman Sulaiman dan
ilmunya serta kemajuannya:
“Dan apa yang disembahnya selama ini
selain Allah, mencegahnya (untuk melahirkan keislamannya) karena
sesungguhnya dia terdahulu termasuk orang-orangyang kafir.” (QS.
an-Naml: 43)
Bergoncanglah dalam benak Balqis ribuan
hal. Ia melihat keyakinan kaumnya runtuh di hadapan Sulaiman; ia
menyadari matahari yang disembahnya merupakan ciptaan Allah SWT di mana
Dia menggerakannya untuk hamba-hamba-Nya. Lalu terbitlah matahari
kebenaran pada dirinya. Hatinya diterangi oleh cahaya baru yang tidak
akan tenggelam seperti tenggelamnya matahari. Masa keislamannya hanya
menunggu waktu. Balqis memilih waktu yang tepat untuk mengumumkan
keislamannya. Allah SWT berfirman:
“Dikatakan kepadanya: ‘Masuklah ke dalam
istana.’, maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam
air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman:
‘Sesungguhnya ia adalah istana licin yang terbuat dari kaca.’
Berkatalah Balqis: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim
terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah,
Tuhan semesta alam.’” (QS. an-Naml: 44)
Dikatakan kepada Balqis masuklah ke
dalam istana. Ketika ia masuk, maka ia tidak menyaksikan adanya kaca
tetapi ia melihat air sehingga ia mengira akan bersinggungan dengan air
laut lalu ia menyingkap sedikir bajunya agar bajunya tidak basah.
Sulaiman mengingatkannya—tanpa melihat—agar ia tidak khawatir terhadap
pakaiannya karena pakaiannya tidak akan basah, sebab di sana tidak ada
air. Ia sekadar kaca yang halus yang saking halusnya hingga ia tidak
tampak. Pada kesempatan itulah Balqis mengumumkan keislamannya. Ia
mengakui kelaliman dirinya dan ia menyatakan penyerahan diri kepada
Sulaiman dan kepada Allah SWT Tuhan alam semesta. Lalu kaumnya pun
mengikutinya dan mereka memeluk Islam. Balqis menyadari ia berhadapan
dengan penguasa yang terbesar di bumi dan salah satu Nabi Allah SWT yang
mulia. Untuk pertama kalinya wajah Sulaiman tampak dihiasi dengan
senyuman vang menunjukkan kepuasannya sejak Balqis mengujunginya.
Demikianlah, Sulaiman mewujudkan kejayaannya yang hakiki dan menyebarkan
cahaya Islam di muka bumi.
Al-Qur’an tidak menyebutkan kisah Balqis
setelah keislamannva. Para ahli tafsir mengatakan bahwa ia menikah
dengan Sulaiman. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa ia menikah dengan
salah satu orang dekat Sulaiman. Ada juga yang mengatakan bahwa
sebagian raja Habasyah adalah keturunan dari buah perkawinan ini. Kami
tidak sependapat dengan semua itu karena Al-Qur’an al-Karim tidak
menyebutkan semua perincian tersebut. Oleh karena itu, kami tidak merasa
penting untuk menyelami sesuatu yang tidak diketahui oleh seseorang
pun.
Sulaiman hidup di tengah-tengah kejayaan
dan kemuliaan di muka bumi, kemudian Allah SWT menetapkan kematian
baginya. Sebagaimana kehidupan Sulaiman berada di puncak kemuliaan dan
kejayaan yang penuh dengan keajaiban yang luar biasa, maka kematiannya
pun merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT vang penuh dengan
keajaiban. Demikianlah bahwa kematiannya sesuai dengan kehidupannya,
sesuai dengan kejayaanya. Allah SWT berfirman tentang kematian Sulaiman:
“Maka tatkala Kami telah menetapkan
kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya
itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah
tersungkur, tahulah jin bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang
gaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan. ”
(QS. Saba’: 14)
Kemampuan Nabi Sulaiman untuk
menundukkan jin dan mempekerjakan mereka serta hubungan mereka
dengannya, semua ini menimbulkan fitnah di tengah-tengah manusia dalam
hal tertentu, dan kematian Sulaiman merupakan batasan (jawaban) terhadap
fitnah ini. Kami tidak mengetahui siapa yang mengklaim bahwa jin
mengetahui hal yang gaib, apakah itu setan yang terkutuk atau jin yang
bodoh atau manusia yang tertipu. Kami tidak mengetahui siapa yang
bertanggung jawab terhadap tersebarnya isu yang keliru ini. Yang kita
ketahui adalah, bahwa hal tersebut tersebar dan mem-pengaruhi sebagian
manusia dan jin. Barangkali manusia berkata kepada diri mereka: Selama
jin melakukan perbuatan yang luar biasa ini, maka apa gerangan yang
menjadikan mereka tidak mengetahui hal yang gaib itu.
Manusia itu lupa bahwa kunci kegaiban
berada di tangan Allah SWT. Masalah ilmu gaib tidak akan mampu dikuasai
oleh jin, manusia, para nabi, dan semua makhluk. Hanya Dia yang
mengetahuinya. Allah SWT telah merencanakan bahwa kematian Sulaiman pun
bertujuan untuk menghancurkan pemikiran ini, yaitu pemikiran bahwa jin
mengetahui hal yang gaib. Jin bekerja untuk Nabi Sulaiman selama beliau
hidup, dan tatkala beliau meninggal, maka tugas mereka menjadi bebas.
Nabi Sulaiman meninggal tanpa diketahui oleh jin sehingga mereka tetap
bekerja untuknya. Mereka tetap mengabdi kepada Sulaiman. Seandainya
mereka mengetahui hal yang gaib niscaya mereka tidak meneruskan
pekerjaan mereka.
Pada suatu hari Sulaiman memasuki
mihrabnya untuk i’tikaf, ibadah, dan salat. Tak seorang pun berani
mengganggu khalwatnya di mihrabnya. Mihrab Sulaiman terletak di puncak
gunung dan dindingnya terbuat dari permata. Pada suatu hari Sulaiman
duduk bersandar pada tongkatnya dan ia tampak tenggelam dalam tafakur.
Beliau berzikir kepada Allah SWT hingga rasa kantuk menguasainya lalu
setelah itu malaikat maut menemuinya di mihrabnya. Sulaiman pun
meninggal. Beliau bersandar kepada tongkatnya. Jin melihatnya dan
mengira bahwa beliau sedang salat sehingga mereka pun terus melanjutkan
pekerjaannya.
Berlalulah hari-hari yang panjang.
Kemudian datanglah rayap, yaitu semut kecil yang memakan kayu. Hewan itu
pun mulai memakan tongkat Sulaiman. Rayap-rayap itu tampak lapar.
Sebagian dari tongkat Sulaiman dimakan beberapa hari oleh rayap-rayap
itu. Ketika yang dimakannya semakin bertambah, maka tongkat itu pun
menjadi rusak dan jatuh dari tangan Sulaiman. Tubuh mulia itu kehilangan
keseimbangan dan terhempas di bumi. Tatkala tubuh suci itu tersungkur,
maka manusia segera menuju ke sana. Mereka menyadari dan mengetahui
bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal dalam waktu yang lama. Jin menyadari
bahwa mereka tidak mengetahui hal yang gaib dan manusia pun mengetahui
hakikat ini. Seandainya jin mengatahui hal yang gaib, niscaya ia tidak
akan meneruskan siksa yang hina, mereka tidak akan bekerja.
Demikianlah Nabi Sulaiman meninggal
dalam keadaan duduk dan salat di mihrabnya. Lalu berita itu tersebar
bagaikan api di bumi. Manusia, burung, dan binatang buas mengantarkan
jenazah Nabi Sulaiman. Sekawanan burung tampak sedih dan menangis. Semua
makhluk bersedih. Akhirnya, tak seorang pun mengetahui bahasa burung di
bumi. Meninggallah seseorang yang memahami pembicaraan burung.
Burung-burung itu berkata: “Betapa beratnva kehidupan di tengah-tengah
orang yang tidak mengetahui pembicaraan kita.”
Tempat Ibadah Sulaiman
Tempat ibadah Sulaiman atau Haikal
Sulaiman terletak di Ursyilim (Yarusalem). Ia adalah sentral ibadah kaum
Yahudi dan simbol sejarah kaum Yahudi serta sebagai kebanggaan mereka.
Raja Sulaiman telah membangunnya dan mengeluarkan harta yang tidak
sedikit untuk mendirikannya. Bahkan ia memerlukan seratus delapan puluh
ribu pekerja. Sulaiman telah mendatangkan emas dari Thirsis dan kayu
dari Lebanon dan batu mulia dari Yaman. Setelah tujuh tahun dari
pembangunan yang terus-menerus, Haikal Sulaiman menjadi sempurna. Saat
itu ia menjadi kekaguman dan simbol kejayaan di dunia.
Berulang kali ada usaha untuk
menghancurkan bangunan tersebut. Orang-orang yang tamak dan para
penyerang bertujuan untuk merampas harta benda yang bernilai yang
terdapat dalam Haikal Sulaiman. Mereka merusak sebagian darinya lalu
salah seorang raja berusaha memperbaikinya karena saking cintanya kepada
orang-orang Yahudi. Pada kali ini pembangunan tempat beribadah itu
membutuhkan waktu empat puluh enam tahun sehingga ia pun menjadi suatu
bangunan yang besar yang menakjubkan yang dikelilingi oleh tiga pagar
besar. Ia terdiri dari dua halaman besar: yaitu halaman luar dan halaman
dalam. Halaman dalam dibangun di atas tiang-tiang ganda yang terbuat
dari marmar. Sedangkan halaman luar dari tempat ibadah itu meliputi
gerbang-gerbang besar yang ditutup oleh emas dan sepuluh pintu gerbang
dilapisi dengan tembaga Kurnusus. Para raja terus memberikan hadiah
untuk pembangunan dan penyempurnaan tempat ibadah itu sampai akhir
zamannya, sehingga tempat peribadatan itu memuat perbendaharaan harta
yang tidak ternilai.
Tujuan utama dari pembangunan Haikal
Sulaiman adalah untuk menyembah kepada Allah SWT di dalamnya. Tempat
ibadah itu merupakan mesjid bagi orang-orang yang bertauhid dan
orang-orang mukmin. Tentu keindahan dan kebesarannya tidak dimaksudkan
memalingkan manusia dari menyembah selain Allah SWT. Dan barangkali
kebesaran bangunan itu merupakan simbol kekuatan negara dan kekuatan
akidahnya. Namun sesuai dengan perjalanan waktu, mulailah terjadi
perubahan dan penyimpangan. Seharusnya ibadah hanya ditujukan kepada
Allah SWT, tiba-tiba kaum berpaling dan malah mengagumi kulit dan
meninggalkan hakikat.
Akhirnya, nasib tempat ibadah itu sama
dengan nasib yang dialami tempat-tempat ibadah lainnya. Haikal Sulaiman
adalah simbol tauhid dan penyembahan kepada Allah SWT yang tiada sekutu
bagi-Nya. Kemudian berlalulah tahun demi tahun sehingga berubahlah
haikal itu menjadi lempengan emas yang mengkilat yang menyembunyikan di
bawahnya kepentingan agama Yahudi.
“Orang-orang Yahudi menodai kesucian
tempat ibadah itu dan mereka melecehkan keindahannya di mana mereka
menjadikannya sebagai pasar, tempat jual-beli. Kemudian tempat itu
disesaki oleh para penjual sapi, kambing, dan merpati hingga tempat itu
menjadi kotor dan berubah menjadi kandang binatang. Di tempat itu
terjadi kegaduhan dan kebisingan di mana orang-orang melakukan transaksi
jual-beli dan menukar uang di situ.” (Injil Matta)
Ketika tempat ibadah itu kehilangan
hakikatnya dan menjadi pasar tempat berdagang, Allah SWT mengutus
orang-orang yang menghancurkan tempat itu. Allah SWT berfirman:
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani
Israil dalam kitab itu: ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di
muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan
kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman bagi
(kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu
hamba-hamha Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka
merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti
terlaksana. Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuh mengalahkan
mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak
dan Kami jadikan kamu sekelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat
baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri danjika kamu
berbuat jahat, maka (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang
lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid,
sebagairnana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Mudah-mudahan
Tuhanmu akan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu; dan kiranya kamu kembali
kepada (kedurhakaan), niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan
neraka Jahanam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS.
al-Isra’: 4-8)
Ayat-ayat tersebut menunjukkan tentang
hukum azali yang tidak pernah berubah pada kehidupan bangsa dan umat di
mana umat itu akan tampak kuat selama mereka berpegangan dengan tali
Allah SWT dan ketika mereka meninggalkan hakikat kekuatan. vaitu
kekuatan yang bersandar kepada Allah SWT dan mereka memilih menyembah
selain-Nya dan menjadikan dunia sebagai tujuan hidup mereka, maka ketika
ini terjadi, Allah SWT akan mengutus kepada mereka orang-orang yang
menghancurkan mereka.
Para mufasir menyebutkan bagaimana
terjadinya peristiwa penghancuran Haikal Sulaiman dan penghancuran
Baitul Magdis. Mereka mengatakan: “Allah SWT mewahyukan kepada salah
seorang nabi dari kalangan Bani Israil yang bernama Armiya ketika muncul
berbagai kemaksiatan di tengah-tengah mereka, hendaklah engkau
menyampaikan kepada kaummu dan beritahukan kepada mereka bahwa mereka
memiliki hati tetapi mereka tidak mengerti; mereka memiliki mata tetapi
mereka tidak melihat; dan mereka memiliki telinga tetapi mereka tidak
mendengar.
Kemudian nabi itu menerima wahyu dan ia
diperintahkan untuk bertanya kepada Bani Israil, apakah salah seorang
mereka merasa gembira ketika bermaksiat kepada Allah SWT, dan apakah
seseorang merasa sedih dan gelisah ketika taat kepada Allah SWT. Hewan
biasanya ingat kepada tempat asalnya dan kembali kepadanya, sedangkan
kaum itu justru meninggalkan asal-muasal mereka yang hakiki, yaitu
hakikat tauhid. Jadi, sebenarnya mereka lebih jahat dari binatang.”
Demikianlah kalimat-kalimat Ilahi
disampaikan di tengah-tengah para pendeta dan para penguasa, namun para
pendeta justru membuat tuhan lain selain Allah SWT dan mereka menggiring
manusia untuk menyembah sesama manusia. Adapun para penguasa, mereka
membangkang pada nikmat Allah SWT dan merasa tenang dengan azab Allah
SWT yang dahsyat. Mereka tertipu dengan dunia. Mereka mencampakkan Kitab
Allah SWT dan melupakan janji-Nya. Mereka mengubah-ubah Kitab Allah SWT
(Taurat). Mereka menciptakan kebohongan kepada para rasul-Nya dan
membunuh mereka tanpa alasan yang benar.
Sedangkan para fuqaha dan orang-orang
cerdik, mereka mempelajari sesuatu sesuai dengan kepentingan mereka.
Mereka mengambil sebagian Kitab dan meninggalkan sebagiannya. Mereka
mendukung para penguasa yang lalim yang membuat penyelewengan dalam
agama. Mereka justru menaati penguasa itu meskipun benar-benar
bermaksiat kepada Allah SWT. Mereka membatalkan perjanjian dengan Allah
SWT.
Sementara itu, anak-anak nabi, maka
mereka menjadi orang-orang yang kalah. mereka berharap agar Allah SWT
menolong mereka seperti ayah-ayah mereka ditolong. Mereka tidak ingat
bagaimana sikap wara’ ayah-ayah mereka dan bagaimana mereka mencurahkan
usaha mereka, bahkan darah mereka tertumpah tetapi mereka sabar dan
mereka tetap percaya kepada janji Allah SWT, sehingga Dia memuliakan
agamanya dan memenangkan mereka.
Demikianlah Armiya terus menyiarkan
berita tentang kebenaran dan mengingatkan kaumnya dan memberi mereka
kesempatan terakhir untuk bangkit dan kembali pada agama tauhid. Kalau
tidak, Allah SWT akan mengutus kepada mereka seorang penguasa yang
bengis di mana pasukannya bagaikan sekawanan awan yang akan
menghancurkan bangunan-bangunan yang mereka bangun dan akan meninggalkan
desa yang mereka huni dalam keadaan yang mengerikan. Ibnu Katsir
berkata dengan menukil apa yang dinyatakan oleh Ibnu Asakir:
“Duhai Ilya dan penghuninya, bagaimana
mereka dihinakan dengan pembunuhan dan mereka menjadi tawanan-tawanan
yang hina, tempat-tempat istana mereka yang mengagumkan menjadi
tempat-tempat tinggalnya hewan-hewan buas. Aku akan menghancurkan mereka
dengan berbagai azab. Jika langit menurunkan hujan di atas bumi, maka
bumi tidak akan tumbuh. Bila tumbuh suatu tumbuhan di bumi, maka itu
adalah sebagai rahmat-Ku terhadap binatang-binatang. Jika mereka menanam
sesuatu, maka tanaman mereka akan dikuasai oleh hama dan jika ada
tumbuhan yang selamat darinya, maka Aku akan cabut darinya keberkahan,
dan jika mereka berdoa Aku tidak akan mengabulkan dan jika mereka
meminta, maka Aku tidak akan memberi dan jika mereka menangis, makaaku
tidak akan menyayangi, dan jika mereka berusaha bersikap rendah diri,
maka Aku akan memalingkan wajah-Ku dari mereka.”
Ilya menyampaikan kepada kaumnya tentang
azab Allah SWT yang akan meliputi segala sesuatu, namun orang-orang
Yahudi menyambut dakwahnya dengan kebohongan dan kemaksiatan dan mereka
menuduhnya dengan kebohongan.
Mereka berkata kepadanya, “Bagaimana
engkau berbohong dan mengaku bahwa Allah SWT akan menghancurkan bumi-Nya
dan mesjid-mesjid-Nya lalu siapa yang akan menyembah-Nya jika tidak ada
seorang pun di muka bumi yang menyembah-Nya, juga tidak ada mesjid dan
tidak ada Kitab. Sungguh engaku telah gila wahai Ilya.” Akhirnya
pertentangan antara Ilya dan kaumnya berakhir pada pemenjarannya. Pada
saat yang sama, datanglah pasukan Bakhtansir menuju mereka. Orang-orang
Yahudi terkejut ketika mendengar suara derap kaki kuda dan suara
panah-panah yang melayang dan bau kebakaran. Pasukan itu memasuki
desa-desa dan kota-kota. Mereka mengelilingi segenap penjuru kota dan
desa. Pemimpin pasukan itu menyerbu orang-orang Yahudi dan menghancurkan
mereka: sepertiga dibunuh, sepertiga ditawan, sementara wanita-wanita
tua dan lelaki-lelaki tua dibiarkan hidup.
Baitul Maqdis dihancurkan dan tempat
ibadah itu pun hancur. Orang-orang laki-laki dibunuh dan benteng-benteng
kokoh pun dibakar, bahkan ulama-ulamanya dan fuqaha-fuqahanya dibunuh
dan tak seorang pun hidup di antara mereka. Rumah-rumah orang-orang
Yahudi tidak lagi dihuni kecuali oleh burung hantu dan binatang buas.
Lalu sebagian orang-orang Yahudi dari Bani Israil meninggalkan tempat
itu dan tempat itu pun menjadi tempat yang tandus untuk waktu yang lama
sehingga Allah SWT mengizinkan kepada sebagian cucu dari kaum itu untuk
kembali dan mereka pun kembali.
Selama terjadi peristiwa yang berdarah tersebut, Uzair tidur dan dialah satu-satunya yang menjaga Taurat.